Pacaran Islami

Pacaran Islami

Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah

Menempelkan label Islami memang mudah. Namun ketika yang dilekati adalah hal-hal yang menyimpang dari ajaran Islam, maka perkaranya menjadi berat pertanggungjawabannya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur`an yang mulia:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, agar Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, mudahan-mudahan mereka mau kembali ke jalan yang benar.” (Ar-Rum: 41)

‘Ala`uddin Ali bin Muhammad bin Ibrahim Al-Baghdadi rahimahullahu yang masyhur dengan sebutan Al-Khazin menyatakan dalam tafsirnya terhadap ayat di atas. “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut”, karena kesyirikan dan maksiat tampaklah kekurangan hujan (kemarau) dan sedikitnya tanaman yang tumbuh di daratan, di lembah, di padang sahara yang tandus dan di tanah yang kosong. Kurangnya hujan ini selain berpengaruh pada daratan juga membawa pengaruh pada lautan, di mana hasil laut berupa mutiara menjadi berkurang. (Tafsir Al-Khazin, 3/393)

Kerusakan banyak terjadi di darat dan di laut, berupa rusak dan kurangnya penghidupan/pencaharian manusia, tertimpanya mereka dengan berbagai penyakit dan wabah serta perkara lainnya karena perbuatan-perbuatan rusak/jelek yang mereka lakukan. Semua itu ditimpakan kepada mereka agar mereka mengetahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membalas apa yang mereka perbuat. Diharapkan dengan semua itu mereka mau bertaubat dari perbuatan jelek mereka. Demikian kata Asy- Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu dalam Taisir Al-Karimir Rahman, hal. 634.

Demikianlah, kerusakan dapat kita jumpai di mana-mana. Jangankan di kota besar, bahkan di pedesaan sekalipun. Belum lagi musibah yang terjadi hampir di seluruh negeri. Semua itu tidak lain penyebabnya karena dosa anak manusia.

Abul ‘Aliyah rahimahullahu berkata, “Siapa yang bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di muka bumi maka sungguh ia telah membuat kerusakan di bumi. Karena kebaikan di bumi dan di langit diperoleh dengan ketaatan.” (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 6/179)

Pergaulan anak muda yang rusak merupakan salah satu penyebab kerusakan tersebut. Hubungan pra nikah dianggap sah. Pacaran boleh-boleh saja, bahkan dianggap suatu kewajaran dan tanda kewajaran anak muda.

Di lembar ini, bukan hubungan mereka (baca: yang awam) yang ingin kita bicarakan, karena telah demikian jelas penyimpangan dan kerusakannya! Para pemuda pemudi yang katanya punya ghirah terhadap Islam, yang aktif dalam organisasi Islam, training- training pembinaan keimanan dan kegiatan-kegiatan Islami lah yang hendak kita tuju. Mungkin karena kedangkalan terhadap ilmu-ilmu Islam atau terlalu mendominasinya hawa nafsu, mereka memunculkan istilah “pacaran Islami” dalam pergaulan mereka. Bagaimana pacaran Islami yang mereka maukan? Jelas karena diberi embel-embel Islam, mereka hendak berbeda dengan pacaran orang awam/jahil. Tidak ada saling sentuhan, tidak ada pegang-pegangan, tidak ada kata-kata kotor dan keji. Masing- masing menjaga diri. Kalaupun saling berbincang dan bertemu, yang menjadi pembicaraan hanyalah tentang Islam, tentang dakwah, tentang umat, saling mengingatkan untuk beramal, berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, mengingatkan negeri akhirat, tentang surga dan neraka. Begitu katanya!

Pacaran yang dilakukan hanyalah sebagai tahap penjajakan. Kalau cocok, diteruskan sampai ke jenjang pernikahan. Kalau tidak, diakhiri dengan cara baik-baik. Dulu penulis pernah mendengar ucapan salah seorang aktivis mereka dalam suatu kajian keIslaman untuk mengalihkan anak-anak muda Islam dari merayakan Valentine Day, “Daripada pemuda Islam, ikhwan sekalian, pacaran dengan wanita-wanita di luar, yang tidak berjilbab, tidak shalihah, lebih baik berpasangan dengan seorang muslimah yang shalihah.”

Darimanakah mereka mendapatkan pembenaran atas perbuatan mereka? Benarkah mereka telah menjaga diri dari perkara yang haram atau malah mereka terjerembab ke dalamnya dengan sadar ataupun tidak? Ya, setanlah yang menghias-hiasi kebatilan perbuatan mereka sehingga tampak sebagai kebenaran. Mereka memang –katanya– tidak bersentuhan, tidak pegangan tangan, tidak ini dan tidak itu… Sehingga jauh dan jauh mereka dari keinginan berbuat nista (baca: zina), sebagaimana pacarannya para pemuda-pemudi awam/jahil yang pada akhirnya menyeret mereka untuk berzina dengan pasangannya. Na’udzubillah!!! Namun tahukah mereka (anak-anak muda yang katanya punya kecintaan kepada Islam ini) bahwa hati mereka tidaklah selamat, hati mereka telah terjerat dalam fitnah dan hati mereka telah berzina? Demikian pula mata mereka, telinga mereka?

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan dalam sabdanya:
إِنَّ اللهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنَ الزِّنَا أَدْرَكَ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ، فَزِنَا الْعَيْنِ النَّظَرُ، وَزِنَا اللِّسَانِ الْمَنْطِقُ، وَالنَّفْسُ تَمَنَّى وَتَشْتَهِي، وَالْفَرْجُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ أَوْ يُكَذِّبُهُ

“Sesungguhnya Allah menetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina. Dia akan mendapatkannya, tidak bisa tidak. Maka, zinanya mata adalah dengan memandang (yang haram) dan zinanya lisan adalah dengan berbicara. Sementara jiwa itu berangan-angan dan berkeinginan, sedangkan kemaluan yang membenarkan semua itu atau mendustakannya.” (HR. Al-Bukhari no. 6243 dan Muslim no. 2657 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Dalam lafadz lain disebutkan:
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيْبُهُ مِنَ الزِّنَى، مُدْرِكُ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ، فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ، وَالْأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الْاِسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكلامُ، وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ أَوْ يُكَذِّبُهُ

“Ditetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina, akan diperoleh hal itu, tidak bisa tidak. Kedua mata itu berzina, dan zinanya dengan memandang (yang haram). Kedua telinga itu berzina, dan zinanya dengan mendengarkan (yang haram). Lisan itu berzina, dan zinanya dengan berbicara (yang diharamkan). Tangan itu berzina, dan zinanya dengan memegang. Kaki itu berzina, dan zinanya dengan melangkah (kepada apa yang diharamkan). Sementara, hati itu berkeinginan dan berangan-angan, sedangkan kemaluan yang membenarkan semua itu atau mendustakannya.” (HR. Muslim no. 2657)

Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu berkata: “Makna dari hadits di atas adalah anak Adam itu ditetapkan bagiannya dari zina. Maka di antara mereka ada yang melakukan zina secara hakiki dengan memasukkan kemaluannya ke dalam kemaluan yang haram (untuk dimasuki karena bukan pasangan hidupnya yang sah, pent.). Dan di antara mereka ada yang zinanya secara majazi (kiasan) dengan memandang yang haram, mendengar perbuatan zina dan perkara yang mengantarkan kepada zina, atau dengan sentuhan tangan di mana tangannya meraba wanita yang bukan mahramnya atau menciumnya, atau kakinya melangkah untuk menuju ke tempat berzina, atau untuk melihat zina, atau untuk menyentuh wanita non mahram atau untuk melakukan pembicaraan yang haram dengan wanita non mahram dan semisalnya, atau ia memikirkan dalam hatinya. Semuanya ini termasuk zina secara majazi. Sementara kemaluannya membenarkan semua itu atau mendustakannya. Maknanya, terkadang ia merealisasikan zina tersebut dengan kemaluannya, dan terkadang ia tidak merealisasikannya dengan tidak memasukkan kemaluannya ke dalam kemaluan yang haram, sekalipun dekat dengannya.” (Syarhu Shahih Muslim, 16/206)

Yakni yang namanya zina itu tidak hanya diistilahkan dengan apa yang diperbuat oleh kemaluan, bahkan memandang apa yang haram dipandang dan selainnya juga diistilahkan zina. (Fathul Bari, 11/28)

Dengan pacaran yang mereka beri embel-embel Islam, adakah mereka dapat menjaga pandangan mata mereka dari melihat yang haram? Sementara memandang wanita ajnabiyyah (non mahram) atau laki-laki ajnabi termasuk perbuatan yang diharamkan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan:
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ. وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ

“Katakanlah (wahai Muhammad) kepada laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.’ Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka…’.” (An-Nur: 30-31)

Tidakkah mereka tahu bahwa wanita merupakan fitnah yang terbesar bagi laki-laki? Sebagaimana dinyatakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau:
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً هِيَ أَضَرُّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

“Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada fitnahnya wanita.” (HR. Al-Bukhari no. 5096 dan Muslim no. 6880)
——————–

Penantian yang tak kunjung usai…

Penantian yang tak kunjung usai…

Sebuah kepingan hati yang senantiasa memujiMu, mengagungkanMu
Mengharapkan rahmatMu dan kasih sayangMu
Duhai Rabb semesta alam, apakah hambaMu ini telah bersyukur kepadamu?
Apakah hambaMu ini telah menjalankan semua yang menjadi maklumatMu?
Dapatkah kenikmatan yang kurasakan saat ini kuganti dengan sebuah air mata?
Air mata yang hina, lagi tak bernilai di hadapanMu
Duhai Rabb yang senantiasa membolak-balikkan hatiku
Janganlah kau tetapkan hatiku kepada selainMu
Sungguh,
Seolah hati ini pecah dan tak bersisa lagi
Aku takut ya Rabb..
Sangat takut..dan sangat takut..
Akankah engkau memanggilku kelak disaat berada di jalanMu atau…..
Berada jauh menyimpang dari petunjukMu.
Maka, apa yang harus ku katakan kelak kepadaMu?
Duhai Rabb yang Maha pengasih..
Aku berharap dan mungkin hanya bisa berharap kepadaMu
Jadikanlah hambaMu ini senantiasa berada pada petunjuk NabiMu
Mengikuti sunnahnya dan taat kepadanya
Sungguh tidak ada makhluk yang mulia yang patut di tiru melainkan beliau Shalallahu’alaihi wasallam
Tetapkanlah hatiku ya Rabb,
Semoga aku menjadi orang-orang yang beruntung kelak

Abu Fatih Al Kudury
——————–

Emotional Intelligence

Emotional Intelligence

(Kecerdasan Emosi)

Biasanya kita lebih mengenal “IQ” di bandingkan deng an “kecerdasan emosi”. Lalu apakah kecerdasan emosi itu?? Simaklah beberapa penjelasan di bawah ini:

  • Amigdala (Letak Semua nafsu)

Mungkin istilah ini masih asing di telinga kita. Apa itu amigdala?
Amigdala berasal dari bahasa Yunani yang berarti buah almond. Amigdala adalah kelompok struktur yang saling terkoneksi berbentuk buah almond yang bertumpu pada batang otak, dekat alas cincin limbic. Ada dua amigdala, masing-masing disetiap sisi otak, di sisi kepala.
Hipocampus dan amigdala melakukan sebagian besar ingatan dan pembelajaran otak; amigdala adalah spesialis masalah-masalah emosional. Apabila amigdala dipisahkan dari bagian-bagian otak lainnya, hasilnya adalah ketidakmampuan yang sangat mencolok dalam menangkap makna emosional suatu peristiwa; keadaan ini kadang disebut “kebutaan efektif”.
Karena kehilangan bobot emosional, peristiwa-peristiwa menjadi tidak mempunyai makna. Seseorang yang amigdalanya dibuang menjadi sama sekali tidakberminat pada manusia & menarik diri dari pergaulan. Meskipun mampu mengimbangai percakapan, tapi tidak lagi mengenali sahabat ,kerabat atau bahkan ibunya. Tanpa amigdala semua pemahaman tentang perasaan dan kemampuan merasakn perasaan akan hilang. Amigdala berfungsi sebagai gudang ingatan emosional.
Bukan hanya perasaan kasih sayang yang terikat pada amigdala; semua nafsu bergantung padanya. Amigdala juga merangsang pengeluaran airmata. Tanpa amigdala, tidak akan ada lagi airmata kesedihan yang perlu di hibur.
Joseph LeDoux, seorang ahli saraf di Center for Neural Science di New York University, adalah orang pertama yang menemukan peran kunci amigdala dalam otak emosional. Hasil penelitiannya menjelaskan bagaimana amigdala mampu mengambil alih kendali apa yang kita kerjakan bahkan sewaktu otak yang berfikir, neurokorteks, masih menyusun keputusan. Fungsi-fungsi amigdala dan pengaruhnya pada neurokorteks merupakan inti kecerdasan emosional.
Dalam salah satu penemuan paling menarik tentang emosi, LeDoux mengungkapkan bagaimana arsitektur otak memberi tempat istimewa bagi amigdala sebagai penjaga emosi, penjaga yang mampu membajak otak. Penelitiannya merupakan langkah revolusioner dalam usaha memahami kehidupan emosional , mengamati jalur saraf untuk perasaan yang melangkahi peran neurokorteks.

  • Kecerdassan Jenis Lain

Mungkin kita hanya terpaku pada satu macam jenis kecerdasan saja, yaitu IQ. IQ seperti sudah menjadi sebuah mitos dalam kehidupan kita bahwa mereka yang ber IQ tinggi akan sukses dalam hidupnya, dan mereka yang ber IQ sedang bahkan rendah dipandang sebelah mata . Sebenarnya ada satu jenis kecerdasan yang harus ada dalam diri kita agar masa depan kita cerah dan bisa hidup lebih baik, yaitu kecerdasan emosional.
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk memotivasi diri dan bertahan menghadapi frustasi; mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan; mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berikir; berempati dan berdoa.
Kecedasan akademis praktis tidak menawarkan persiapan menghadapi gejolak atau kesempatan yang ditimbulkan oleh kesulitan-kesulitan hidup. IQ yang tinggi tidak menjamin kesejahteraan, gengsi, atau kebahagiaan hidup. Sekolah dan budaya kita lebih menitikberatkan pada kemampuan akademis dan mengabaikan kecerdasan emosional yang merupakan serangkaian ciri-ciri atau karakter yang juga sangat berpengaruh pada hidup kita.
Banyak bukti memperlihatkan bahwa orang yang secara emosional cakap – yang mengetahui dan menangani perasaan mereka sendiri dengan baik, dan yang mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif memiliki keuntungan dalam setiap bidang kehidupan mereka.
Kecerdasan antar pribadi adalah kemampuan untuk memahami orang lain,kemampuan membentuk suatu model diri sendiri yang teliti dan mengacu pada diri serta kemampuan untuk menggunakan model tadi sebagai alat untuk menempuh kehidupan secara efektif. Inti kecerdasan antar pribadi itu mencakup ” kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen, motivasi, dan hasrat orang lain. Kecerdasan antar pribadi merupakan kunci menuju pengetahuan diri, akses menuju perasaan-perasaan diri seseorang dan kemampuan untuk membedakan perasaan-perassaan tersebut serta memfaatkannya untuk menuntun tingkah laku.
Kecerdasan pribadi merupakan definisi dasar kecerdasan emosional, yang diperluas menjadi lima wilayah utama:

1.  Mengenali emosi diri

Kesadaran diri—mengenali perasaan waktu perasaan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan kita yang sesungguhnya membuat kita berada dalam kekuasaan perasaan.

2.  Mengelola emosi

Menangani perasan agar perasaan dapat terungkap dengan pas adalh kecakapan yang bergantung pada kesadaran diri. Kemampuan ini meninjau kecakapan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan , atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang timbul karena gagalnya ketrampilan emosi dasar ini. Orang-orang yang buruk dalm ketrampilan ini akan terus menerus bertarung melawan perasaan murung, sementara mereka yang pintar dapat bangkit kembali jauh lebih cepat dari kemerosotan dan kejatuhan kehidupan.

3.  Memotivasidiri sendiri

Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting untuk member i perhatian , untuk memotivasi diri sendiri dan menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi. Menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati adalah landasan keberhasilan dalam brbagai bidang. Orang-orang yang memiliki ketrampilan ini cenderung lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan.

4.  Mengenali emosi orang lain

Empati, kemampuan yang juga bergantung pada kesadaran diri emosional, merupakan “ketrampilan bergaul”. Orang-orang yang empatik lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain.

5.  Membina hubungan

Seni membina hubungan sebagian besar merupakan ketrampilan mengelola emosi orang lain. Ini merupakan ketrampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan antar pribadi.

  • IQ Vs Kecerdasan Emosional

Tipe murni IQ tinggi (artinya mengesampingkan kecerdasan emosional) hampir merupakan karikatur kaum intelektual, terampil di dunia pemikiran tetapi canggung di dunia pribadi. Profil-profilnya sedikit berbeda antara kaum pria dan wanita. Berikut ini perbedaan antara merekayang ber -IQ tinggi dan ber -EI (Emotional Intelligence) tinggi:

Pria ber-IQ tinggi: kemamuan dan minat intelektual yang luas, penuh ambisi dan produktif, dapat diramalkan dan tekun dan tidak dirisaukan oleh urusan-urusan pribadi, cenderung bersikap kritis dan meremehkan, pilih-pilih dan malu-malu, kurang menikmati seksualitas dan pengalaman sensual, kurang ekspresif dan menjaga jarak, dan secara emosional membosankan dan dingin.
Pria ber-EI tinggi: secara emosional mantap, mudah bergaul dan jenaka, tidak mudah takut atau gelisah, berkemampuan besar untuk melibatkan diri dengan orang-orang atau permasalahan untuk memikul tanggung jawab, mempunyai pandangan moral, simpatik dan hangat dalam hubungan, kaya kehidupan emosional tetapi wajar, nyaman dengan dengan diri sendiri, denagn orang lain dan dunia pergaulannya.
Wanita ber-IQ tinggi: mempunyai keyakinan intelektual yang tinggi, lancar mengungkapkan gagasan, menghargai masalah-masalah intelektual, mempunyai minat intelektual dan estetika yang amat luas, cenderung mawas diri, mudah gelisah, cemas, dan merasa bersalah, serta ragu-ragu mengungkapkan kemarahan secara terbuka.
Wanita ber-EI tinggi: cenderung bersikap tegas dan mengungkapkan perasaan mereka secara langsung, memandang dirinya sendiri secara positif, mudah bergaul, ramah, mengungkapkan perasaan dengan takaran yang wajar, mampu menyesuaikan diri dengan beban stress, mudah menerima orang-orang baru, nyaman dengan diri sendiri sehingga selalu ceria, spontan dan terbuka terhadap pengalaman sensual, jarang merasa cemas danatau bersalah atau tenggelm dalam kemurungan.
Ini hanyalah merupakan gambaran ekstrem. Kita memiliki campuran kecerdasan IQ dan kecerdasan emosional dengan kadar yang berbeda-beda. Sejauh seseorang mempunyai kecerdasan kognitif maupun emosional, gambaran-gambaran ini berbaur. Namun, di antara keduanya, kecerdasan emosional menambah jauh lebih banyak sifat-sifat yang membuat kita menjadi lebih manusiawi.

Sumber: Emotional Intelligence by Daniel Goelman

Rahasia di balik asma Allah SWT

Mengucap Asma Allah secara Teratur Mencegah Penyakit Psikologi

Seorang ahli psikologi berkebangsaan Belanda Prof. Vander Hoven (2002) mengumumkan temuan barunya dari penelitian tentang pengaruh membaca Al-Quran & pengucapan berulang-ulang kata Allah baik dari pasien maupun orang normal.
Penelitiannya dilakukan pada subjek selama 3 tahun. Beberapa pasiennya non muslim dan beberapa pasien tidak berbahasa arab sebagai bahasa induk dilatih mengucapkan kata Allah menurut tata cara pelafalan bahasa arab (Alloh-red).

Hasil penelitiannya sungguh menakjubkan. Harian Arab Saudi Al-Watan melaporkan bahwa Profesor itu menyimpulkan, mereka orang muslim yang membaca Al-Quran secara teratur bisa mencegah penyakit-penyakit psikologis.

Ternyata pengucapan kata ini tidak pernah dijumpai pada bahasa-bahasa lain di dunia.Setiap huruf dari kata “Alloh” itu mempengaruhi penyembuhan psikologis. Secara fisiologis pengucapan huruf pertama yaitu huruf “A” melapangkan system pernafasan, berfungsi mengontrol gerak nafas. Kemudian saat mengucapkan huruf “L” menurut cara orang arab dengan lidah tertarik ke langit-langit dan sedikit tergelincir di bagian rahang atas, sejenak tertahan sebelum kemudian mengucapkan “-LOH” membentuk ruang tertentu di rongga mulut. Jeda yang pendek dan kemudian disusu dengan jeda yang sama secara berurutan ternyata menimbulkan pengaruh yang nyata terhadap reaksi pernapasan. Juga pengucapan huruf “H” membuat kontak antara paru-paru dan jantung yang pada gilirannya kontak ini dapat mengontrol denyut jantung.

Prof. Vander Hoven sendiri adalah non muslim tetapi tertarik pada ilmu-ilmu islam dan mencari rahasia-rahasia kitab suci Al-Quran. Hal ini merupakan salah satu hikmah syari’at islam yang barangkali tidak pernah tergali apabila kita hanya mengacu pada islam secara normatif , dalam arti pelaksanaan rutinitas ritual sehari-hari.

Disadur dari:
Dr. Sarigan,M.kes.,Sp.B., Mukjizat Gerakan Sholat, Qultu Media, Jakarta,2007